Pemilu Legislatif 2009, Kenangan Buruk...
Baru saja kita telah melewati Pemilu 2009 tahap pertama untuk menentukan calon legislatif yang dipilih oleh masyarakat. Barangkali pemilu ini yang digembor-gemborkan oleh pemerintah sebagai ikon demokrasinya Indonesia. So what? Kalau dulu pemilu 2004 dibilang berhasil, sekarang bagaimana? Kemelut politik memang semakin membara, tapi jangan lupa bahwa pemilu caleg yang lalu memberikan luka yang sangat dalam bagi sebagian kalangan yang ikut serta mencalonkan diri sebagai caleg. Dari perkiraan para dokter sebelum pemilu dilaksanakan, kira-kira sekitar 50 persen caleg yang gagal akan mengalami stress. WOW, bagaimana bisa mereka memperkirakan begitu? Ini masuk akal, sebagaimana fakta bahwa masyarakat menjadikan ajang 'pesta kekuasaan' ini sebagai ajang bisnis. Mereka mengeluarkan modal untuk kampanye, jika terpilih maka ia akan mendapatkan 'hasil' dari kursi kekuasaannya, padahal semua itu adalah uang rakyat. Astaghfirullah, inilah mengapa saya bilang demokrasi bersifat materialistis, kapitalis. Ini semua jauh dari image politik menurut Islam, sebagai ajang untuk mengatur kemaslahatan umat.
Niatan awal untuk mencari keuntungan di kancah politik yang sangat berkaitan dengan rakyat ini sangat tak pantas bagi setiap orang. Istilahnya kata anak-anak... 'Busuk'. Apa ini yang disebut politisi busuk yang siap korupsi? Oke, kembali ke awal. Niatan awal politik seharusnya berjuang untuk mengatur kemaslahatan umat/rakyat, dan terlebih menegakkan hukum yang berasal dari Allah. Kenyataan ini sirna karena politik sekarang adalah istilah dari kapitalisme materialistis, yaitu berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Apa sepenuhnya begitu? Tidak. Sekali materialisme, unsur mencari keuntungan tidak akan hilang. Orang gak mau rugi setelah mengeluarkan modal, dan rakyat tetap ditindas untuk mengembalikan modal plus mengambil keuntungan. Bukankah ini cita-cita segolongan caleg yang ingin maju ke kursi dewan?
Nyatanya, setelah para caleg tak terpilih akhirnya mereka menyadari kesalahan ini, dan akhirnya stress karena banyak janji, banyak keluar uang, banyak tanggungan dan akhirnya entahlah... Bagi mereka pemilu 2009 ini adalah sebuah kenangan buruk, karena mereka gagal total. Terlebih gangguan jiwa akan menghinggapi karena secara batin mereka tak siap. Bahkan menurut berita, ada caleg gagal yang sampai mati dan ada yang bunuh diri. Naudzubillah... Gara-gara pemilu sampai membuang kehidupan dunia dan akhirat. ~Ya gak ngunu rek~ Bunuh diri berarti ia tak akan diterima oleh Allah, tak akan disholati jenazahnya, bahkan ia akan dicemplungkan ke neraka, sungguh kerugian yang teramat sangat. Maka dari itu benar kalau para dokter dan psikiater memprediksikan 50 persen caleg akan stress, mengingat mereka juga tahu caleg tak siap kalah, juga mereka tahu kalau caleg memandang pemilu sebagai bisnis dan kompetisi, padahal bukan. Masalahnya, caleg melihat pemilu sebagai lahan bisnis yang perlu modal kampanye dan akan menuai hasilnya setelah terpilih. Padahal secara masuk akal, rakyatlah yang memilih dan caleg tak bisa memaksa hati pemilih.
Tapi satu hal yang saya sesalkan, mengapa pemilu seakan menyayat luka sedemikian dalam di negeri ini, atau apakah ini ulah demokrasi itu sendiri. Seakan saya menyesalkan kenapa negeri ini diombang-ambingkan demokrasi yang membingungkan, penuh intrik keduniaan, menjauhkan dari dari syariat Islam, menjegal lawan hingga muncul kenistaan. Saya lebih suka anjuran para golongan Salaf kalau kita jangan masuk ke dunia parlemen jika niatnya untuk mengurusi umat atau masyarakat secara murni.
Wallahua'lam Bisshowwab.
Niatan awal untuk mencari keuntungan di kancah politik yang sangat berkaitan dengan rakyat ini sangat tak pantas bagi setiap orang. Istilahnya kata anak-anak... 'Busuk'. Apa ini yang disebut politisi busuk yang siap korupsi? Oke, kembali ke awal. Niatan awal politik seharusnya berjuang untuk mengatur kemaslahatan umat/rakyat, dan terlebih menegakkan hukum yang berasal dari Allah. Kenyataan ini sirna karena politik sekarang adalah istilah dari kapitalisme materialistis, yaitu berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Apa sepenuhnya begitu? Tidak. Sekali materialisme, unsur mencari keuntungan tidak akan hilang. Orang gak mau rugi setelah mengeluarkan modal, dan rakyat tetap ditindas untuk mengembalikan modal plus mengambil keuntungan. Bukankah ini cita-cita segolongan caleg yang ingin maju ke kursi dewan?
Nyatanya, setelah para caleg tak terpilih akhirnya mereka menyadari kesalahan ini, dan akhirnya stress karena banyak janji, banyak keluar uang, banyak tanggungan dan akhirnya entahlah... Bagi mereka pemilu 2009 ini adalah sebuah kenangan buruk, karena mereka gagal total. Terlebih gangguan jiwa akan menghinggapi karena secara batin mereka tak siap. Bahkan menurut berita, ada caleg gagal yang sampai mati dan ada yang bunuh diri. Naudzubillah... Gara-gara pemilu sampai membuang kehidupan dunia dan akhirat. ~Ya gak ngunu rek~ Bunuh diri berarti ia tak akan diterima oleh Allah, tak akan disholati jenazahnya, bahkan ia akan dicemplungkan ke neraka, sungguh kerugian yang teramat sangat. Maka dari itu benar kalau para dokter dan psikiater memprediksikan 50 persen caleg akan stress, mengingat mereka juga tahu caleg tak siap kalah, juga mereka tahu kalau caleg memandang pemilu sebagai bisnis dan kompetisi, padahal bukan. Masalahnya, caleg melihat pemilu sebagai lahan bisnis yang perlu modal kampanye dan akan menuai hasilnya setelah terpilih. Padahal secara masuk akal, rakyatlah yang memilih dan caleg tak bisa memaksa hati pemilih.
Tapi satu hal yang saya sesalkan, mengapa pemilu seakan menyayat luka sedemikian dalam di negeri ini, atau apakah ini ulah demokrasi itu sendiri. Seakan saya menyesalkan kenapa negeri ini diombang-ambingkan demokrasi yang membingungkan, penuh intrik keduniaan, menjauhkan dari dari syariat Islam, menjegal lawan hingga muncul kenistaan. Saya lebih suka anjuran para golongan Salaf kalau kita jangan masuk ke dunia parlemen jika niatnya untuk mengurusi umat atau masyarakat secara murni.
Wallahua'lam Bisshowwab.
Komentar