Resurrection! Apa yang Harus Kita Lakukan?
20 Mei adalah Hari Kebangkitan Nasional versi orang-orang Indonesia. Sebenarnya kebangkitan yang bagaimanakah yang seharusnya terjadi? Atau jangan-jangan kebangkitan yang dimaksud selama ini hanyalah semu belaka? Tak berarti apapun.
Sebenarnya, Indonesia mengenang momen tonggak kebangkitan kesadaran masyarakat dari penjajahan melalui Hari Kebangkitan Nasional. Namun lucunya, tampaknya mayoritas masyarakat justru tidak menyadari penjajahan yang sedang kita alami sekarang. Tanpa disadari muncul gambaran bahwa Indonesia suka mengenang masa lalu tanpa tahu dan sadar masa kini ke depannya.
Lho kok? Kenapa? Para pemuda banyak yang tidak sadar bahwa mereka sedang dijajah oleh bangsa barat, melalui budaya yang selalu mereka bawa dan mereka rasa sebagai yang paling modern. Padahal modern itu tak berarti apa-apa bila pada akhirnya modern itu menghancurkan negara kita.
Coba tengok kembali, apakah yang diharapkan dari momen kebangkitan nasional ini? Kita semua ingin agar negara ini berkembang dan maju di kancah dunia bukan? Namun bagaimana masa depan negara jika secara budaya saja sudah dijajah, lalu tidak disadari pula. Secara nyata penjajahan itu berlatar belakang ingin menguasai. Negeri barat yang kapitalis materialistis ingin menguasai kekayaan negeri zamrud khatulistiwa ini demi pemuasan harta mereka.
Indonesia yang kaya ini, jika tak diimbangi oleh manusia yang berwawasan dan berkepribadian baik akan segera luntur digerus zaman dan penjajahan yang merajalela. Oleh karena itu, akan lebih berarti jika momen Hari Kebangkitan Nasional ini dijadikan sebagai ajang refleksi diri dan muhasabah diri agar jauh ke depan, negeri kaum muslimin ini tidak runtuh oleh tangan-tangan kaum barat yang ingin berkuasa. Aku mengutip dari guruku, jangan jadikan hidup sebagai ajang kompetisi, tapi jadikanlah hidup sebagai ajang refleksi. Refleksi akan menjadikan tolok ukur yang tak terhingga pada diri kita, sehingga kita akan selalu membenahi setiap kekurangan pada diri kita. Berbeda sekali dengan pandangan kompetisi yang selalu ingin menjegal lawan dan tak puas hanya dengan berdiri di posisi paling atas.
Wallahua'lam Bisshowwab.
Sebenarnya, Indonesia mengenang momen tonggak kebangkitan kesadaran masyarakat dari penjajahan melalui Hari Kebangkitan Nasional. Namun lucunya, tampaknya mayoritas masyarakat justru tidak menyadari penjajahan yang sedang kita alami sekarang. Tanpa disadari muncul gambaran bahwa Indonesia suka mengenang masa lalu tanpa tahu dan sadar masa kini ke depannya.
Lho kok? Kenapa? Para pemuda banyak yang tidak sadar bahwa mereka sedang dijajah oleh bangsa barat, melalui budaya yang selalu mereka bawa dan mereka rasa sebagai yang paling modern. Padahal modern itu tak berarti apa-apa bila pada akhirnya modern itu menghancurkan negara kita.
Coba tengok kembali, apakah yang diharapkan dari momen kebangkitan nasional ini? Kita semua ingin agar negara ini berkembang dan maju di kancah dunia bukan? Namun bagaimana masa depan negara jika secara budaya saja sudah dijajah, lalu tidak disadari pula. Secara nyata penjajahan itu berlatar belakang ingin menguasai. Negeri barat yang kapitalis materialistis ingin menguasai kekayaan negeri zamrud khatulistiwa ini demi pemuasan harta mereka.
Indonesia yang kaya ini, jika tak diimbangi oleh manusia yang berwawasan dan berkepribadian baik akan segera luntur digerus zaman dan penjajahan yang merajalela. Oleh karena itu, akan lebih berarti jika momen Hari Kebangkitan Nasional ini dijadikan sebagai ajang refleksi diri dan muhasabah diri agar jauh ke depan, negeri kaum muslimin ini tidak runtuh oleh tangan-tangan kaum barat yang ingin berkuasa. Aku mengutip dari guruku, jangan jadikan hidup sebagai ajang kompetisi, tapi jadikanlah hidup sebagai ajang refleksi. Refleksi akan menjadikan tolok ukur yang tak terhingga pada diri kita, sehingga kita akan selalu membenahi setiap kekurangan pada diri kita. Berbeda sekali dengan pandangan kompetisi yang selalu ingin menjegal lawan dan tak puas hanya dengan berdiri di posisi paling atas.
Wallahua'lam Bisshowwab.
Komentar