Dasar Menuntut dan Menyebarkan Ilmu

Ilmu adalah sebuah harta. Ia adalah harta yang sangat tinggi harganya. Begitu bernilainya ilmu maka dalam opsi pemberian Allah kepada Nabi Sulaiman, antara ilmu, harta, dan kekuasaan, beliau (Nabi Sulaiman) memilih ilmu. Dengan ilmu maka harta dan kekuasaan dapat diraih, tetapi dengan harta ataupun kekuasaan tidak selalu semuanya bisa didapatkan.

Lantas apakah keutamaan ilmu itu? Ilmu dapat mengangkat kedudukan kita entah di lingkungan masyarakat maupun di hadapan Allah. Orang yang berilmu itu adalah orang yang berakhlak baik dan benar-benar mencerminkan ilmu yang dimilikinya. Di masyarakat, orang yang berilmu seperti ini akan lebih dihormati, ditiru, dan diikuti banyak orang.
"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (TQS. Al Mujaadilah:11)
Keutamaan bagi para penuntut ilmu adalah dimudahkannya jalan kita ke surga. Dengan menuntut ilmu maka menyebabkan kita semakin mengetahui bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini tidak lepas dari peran penciptanya, yaitu Allah. Hal ini akan semakin meningkatkan keimanan kita serta ibadah kita, sehingga jalan ke surga benar-benar akan dimudahkan oleh Allah.
Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (HR. Muslim)
Dengan ilmu itu, maka pantaslah jika orang-orang yang berilmu (ulama) akan semakin sadar akan kebesaran Allah dan takut kepada Allah.
"Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (TQS. Fathir:28)
Selanjutnya, bagi orang-orang yang berilmu yang mendapatkan ilmunya dari jalan menuntut ilmu juga, masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan kebaikan lebih dengan jalan menyebarkan ilmunya. Semakin ia menyebarkan ilmunya dan semakin banyak orang yang dapat merasakan manfaat ilmu itu, maka akan semakin banyak keuntungan yang ia peroleh. Ia tak pernah rugi dengan menyebarkan ilmu itu, dan bahkan akan dibukakan lagi pintu pengetahuan yang belum pernah ia ketahui baginya oleh Allah.
Barang siapa memberikan petunjuk kebaikan, maka baginya akan mendapatkan ganjaran seperti ganjaran yang diterima oleh orang yang mengikutinya, dan tidak berkurang sedikitpun hal itu dari ganjaran orang tersebut. (HR. Muslim)
Satu lagi, bahwa ilmu kita yang bermanfaat bagi orang lain, yaitu ilmu yang kita sebarkan dan tularkan kepada orang lain termasuk pada tiga amalan yang tidak akan terputus walaupun kita sudah mati. Sesuai dengan hadits di bawah ini.
Jika manusia telah meninggal maka putuslah amalnya kecuali tiga macam:
1. Sedekah jariyah (yang tahan lama).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3. Anak shaleh (berakhlak baik) yang mendo'akan kedua orang tuanya. (HR. Muslim)
Untuk itulah, ilmu pengetahuan merupakan sarana kita mendekatkan diri kepada Allah, sarana kita menggapai ridha Allah. Semakin kita menuntut ilmu dan semakin kita menyebarkannya, maka insya Allah semakin banyak kebaikan yang akan kita peroleh. Kebaikan itu bisa kita rasakan di dunia maupun di akhirat. Itulah pahala bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh kepada Allah.

Saudara, ilmu yang hakiki hanya ada pada Allah selaku pencipta semesta alam beserta isinya. Kita sebagai makhluk ciptaan-Nya tidak mendapatkan ilmu melainkan hanya sedikit. Oleh karena itu, bagi orang yang berilmu seiring dengan bertambahnya ilmu maka ia semakin sadar bahwa ia hanya memiliki sedikit ilmu. "Semakin aku tahu banyak, maka semakin aku tahu bahwa aku tak tahu mengenai banyak hal." Cerminan yang cocok bagi orang yang berilmu ini seperti pepatah: "Seperti padi, makin berisi makin merunduk."

Imam Ibnul Qoyyim berkata, "Sebagaimana tidak adanya kehidupan bagi bumi kecuali dengan adanya air hujan, demikian pula tidak adanya kehidupan bagi hati kecuali dengan ilmu (agama)." (Miftah Daris Sa'adah, 1/168)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Lintas Jalur ITS

Jujitsu is My Way

Memang Jauh, Tetapi...